Jakarta – Anggota Komisi III DPR RI fraksi PPP, Arsul Sani meminta Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa memastikan bahwa aturan memeriksa prajurit TNI harus izin pada komandan tak menghambat proses hukum. Arsul meminta aturan itu ditinjau kembali jika terbukti menghambat proses hukum.
“Komisi III meminta agar Panglima TNI memastikan bahwa kebijakan yang diletakkan pimpinan TNI itu tidak membuat proses penegakan hukum akan menjadi terhambat dengan bertambahnya prosedur pemanggilan tersebut,” kata Arsul kepada wartawan, Rabu (24/11/2021).
“Selanjutnya jika dalam pelaksanaannya ternyata penegakan hukum mengalami hambatan maka aturan tersebut ya perlu ditinjau kembali,” jelasnya.
Arsul menyadari bahwa aturan ini memicu munculnya persepsi publik bahwa prinsip persamaan di hadapan hukum jadi tergradasi. Sehingga dia berharap adanya kepastian dari TNI agar aturan itu tidak menghambat proses hukum.
“Apalagi di ruang publik juga ada yang melihat bahwa dengan aturan ini maka prinsip persamaan di hadapan hukum (equality before the law) menjadi terdegradasi, sehingga kepastian bahwa dengan aturan ini TNI tetap mendukung penguatan penegakan hukum terhadap anggotanya tidak terganggu,” sebutnya.
Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan (KontraS) meminta Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa mencabut surat telegram yang mengatur tentang prosedur prajurit TNI jika dipanggil aparat penegak hukum (APH), yakni polisi, jaksa, hingga KPK. KontraS menilai aturan tersebut semakin memberatkan penegakan hukum di tubuh TNI.
“Dengan adanya aturan pemanggilan tentara harus mengetahui pimpinan satuan, semakin memberatkan mekanisme penegakan hukum,” kata Wakil Koordinator II KontraS Rivanlee Anandar kepada wartawan, Rabu (24/11).
Rivanlee mengatakan surat yang dikeluarkan Panglima TNI yang lalu, Marsekal Hadi Tjahjanto, semakin memperkuat impunitas terhadap TNI. Selain tak lazim, aturan ini, menurutnya, bisa berdampak pada TNI menjadi kebal hukuman pidana.
“Karena selama ini proses pelanggaran oleh TNI dilakukan melalui mekanisme internal militer, maka ketika adanya aturan tersebut akan melahirkan impunitas di tubuh TNI, yang pada akhirnya bisa berpotensi TNI menjadi ‘kebal pidana’ dan dapat melakukan tindakan apa saja karena ada upaya ‘perlindungan’ dari atasan yang mana sejauh ini lazim terjadi sebelum adanya aturan tersebut,” jelasnya.