Jakarta – Anggota Komisi III DPR Fraksi PPP Arsul Sani meminta KPK tak menjadikan pandemi Corona sebagai alasan mendapat nilai D dari ICW terkait kinerja. Arsul beralasan semua pihak, termasuk Polri dan Kejaksaan Agung, juga mengalami dampak pandemi Corona.
“Tidak bisa dipungkiri bahwa pandemi COVID memang memberikan hambatan untuk berkinerja normal. Tapi sebaiknya Jubir KPK tidak usah menjadikan pandemi sebagai alasan, karena semua kan mengalami, termasuk Polri dan Kejaksaan yang sama-sama lembaga penegak hukum,” kata Arsul kepada wartawan, Selasa (19/4/2022).
Meski melarang mencari-cari alasan, Arsul tetap meminta agar KPK tidak berkecil hati atas penilaian ICW. Dia menyebut KPK hanya berkinerja buruk pada aspek penindakan korupsi.
“KPK tidak perlu berkecil hati dapat nilai D dari ICW. Fokus penilaian ICW itu kan pada aspek penindakan, sedangkan penindakan itu hanya satu dari tiga mandat pemberantasan korupsi yang dibebankan pada KPK,” ucapnya.
“Pada aspek lainnya, yakni pencegahan KPK cukup bagus dalam melakukan kerja-kerja pencegahan sebagaimana yang telah dipaparkan di Komisi III DPR. Demikian juga kerja pendidikan antikorupsinya juga bagus termasuk kepada jajaran parpol,” lanjut dia.
Namun, Wakil Ketua Umum PPP ini meminta agar KPK tetap meningkatkan kinerja, khususnya pada aspek penindakan. Dia menilai masih ada cukup waktu bagi KPK untuk menyelesaikan kasus-kasus besar yang menjadi perhatian publik.
“Meski tentu dengan penilaian tersebut maka perlu ada peningkatan kinerja di bidang penindakan. Mudah-mudahan di sisa waktu kepemimpinan KPK sekarang, maka kasus-kasus besar yang menarik perhatian publik dan juga merupakan rentetan kasus-kasus yang sudah sebagian ditangani akan juga digarap lebih serius lagi,” ujarnya.
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menanggapi penilaian ICW soal kinerja instansinya yang diberi nilai D. Ali menyebut sejumlah temuan ICW terkait kinerja KPK memang benar adanya.
Ali menuturkan saat ini KPK fokus mengatasi persoalan korupsi Dana Desa. Ali menyebut kejahatan tersebut masif.
“Beberapa temuan dari kajian tersebut relevan dengan fokus kerja KPK saat ini. Masih masifnya korupsi pada pengelolaan Dana Desa,” kata Ali Fikri kepada wartawan, Selasa (19/4).
Ali kemudian menyinggung soal potensi kerugian negara, terbesar di badan usaha milik negara (BUMN). Dia menyebut saat ini KPK telah memiliki unit baru, yakni Direktorat Antikorupsi Badan Usaha (AKBU)
“Korupsi pada lingkungan BUMN sebagai sebab kerugian keuangan negara terbesar, maka KPK melalui unit barunya, Direktorat Antikorupsi Badan Usaha (AKBU),” terangnya.
Namun, terkait menurunnya penanganan kasus yang ditangani KPK, Ali menyebut hal itu disebabkan oleh pandemi COVID-19. Menurutnya, pandemi juga berimbas pada pihak-pihak lain yang bersinggungan dalam penanganan kasus.
“Selama masa pandemi COVID-19, tak dimungkiri KPK juga mengalami tantangan dalam melaksanakan tugas pemberantasan korupsi. Karena kendala di lapangan dalam teknis pelaksanaannya,” ujar Ali.
“Tidak hanya dialami oleh KPK saja, namun juga para pihak terkait. Seperti para saksi yang akan diperiksa, pengumpulan alat bukti di lapangan, maupun proses pemeriksaan di pengadilan,” imbuh dia.