Sulawesi Tengah – HARI Kartini yang jatuh pada 21 April 2022 dijadikan sebagai momentum para kaum perempuan untuk memperjuangkan hak-haknya. Salah satunya hak berpolitik. Perjuangan R.A Kartini semasa hidup, juga menjadi semangat bagi Fairus Husen Maskati menapaki jejak politik.
Politisi yang kini didapuk sebagai Ketua Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Sulteng ini mengatakan, R.A Kartini merupakan pelopor kebangkitan perempuan di bangsa ini. Seorang aktivis perempuan Indonesia terkemuka dijamannya yang mengadvokasi hak-hak perempuan dan pendidikan perempuan tentunya. “Banyak yang bisa kita ambil dari sosok R.A Kartini, sudah tentu semangatnya, kemudian visi dan misi hidupnya, ketekunan dan keteguhan serta komitmen dan perjuangannya,”ungkap Fairus, yang juga Anggota Komisi IV DPRD Sulteng ini.
Sebagai perempuan, tentu banyak tantangan yang dihadapinya di dunia politik. Namun, itu tidak mudah kata dia, jika tidak mau belajar dan mencari tahu. “Jadi dalam dunia politikpun demikian, tantangan terbesar saya adalah menunjukan bahwa bagaimana perempuan juga mampu dan berhasil menjadi pemimpin (Kesetaraan Gender),” sebut Fifi, sapaan akrabnya.
Lebih jauh dia menyampaikan, bahwa representasi perempuan dalam bidang politik boleh dikatakan masih jauh dari apa yang diharapkan. Oleh karena itu, kata dia, peningkatan peran perempuan dalam pembangunan yang berwawasan gender sebagai bagian integral dari pembangunan nasional, mempunyai arti yang penting dalam upaya untuk mewujudkan kemitrasejajaran yang harmonis antara pria dan perempuan agar dapat terwujud kesetaraan dan keadilan gender dalam berbagai kegiatan khususnya bidang politik.
Dia pun mengakui, diskriminasi sebagai perempuan yang berpolitik pernah dialami. Perempuan Kerap dijadikan warga kelas dua. Tentu, ada begitu banyak hambatan dan rintangan ketika perempuan berniat terjun ke politik praktis.
“Contohnya, saya pribadi kerap mendapat serangan politik lantaran identitas keperempuanan yang disandang, mulai dari komentar miring tentang status perempuan dalam islam itu dirumah saja mengurusi rumah tangga, anak-anak, tubuh, penampilan, dan hal sejenisnya. Hal ini lantas mengaburkan hal-hal substansial yang sebenarnya menjadi isu utama dalam kontestasi politik praktis perempuan, seperti program kerja, rekam jejak, integritas, dan ideologi politik yang diperjuangkan harusnya dapat dilihat dari situ,” ujarnya mengkritisi.
Pemerintah kata dia, juga perlu berperan penting agar perempuan berdiri sejajar. Salah satunya dengan melaksanakan pendidikan politik perempuan, pendidikan bisnis perempuan, melakukan optimalisasi peran perempuan dalam pembangunan daerah. Demikian juga keterlibatan perempuan pada bidang-bidang lain, termasuk politik dan pemerintahan.
“Di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo dan Wakil Jusuf Kalla pada 2014-2019, perempuan sudah diberdayakan dengan ditetapkannya peraturan mengenai kuota 30persen untuk keterwakilan perempuan dalam politik. Meskipun, dalam praktiknya, tidak semua perempuan yang berkecimpung di bidang politik memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan-keputusan strategis. Namun setidaknya, mereka mampu merepresentasikan/mewakilkan kehadirannya serta menyuarakan aspirasi perempuan di level kebijakan pemerintah