Jakarta – Ketua DPP PPP Achmad Baidowi tidak sepakat dengan usul biaya haji yang dibebankan kepada jemaah naik jadi Rp69 juta. Menurutnya, jika pemerintah mau menaikkan biaya haji harus dilakukan secara bertahap.
“Memang hari ini tidak tepat ketika langsung dinaikkan 60 sekian juta. Harus dievaluasi, tidak boleh tiba-tiba. Kan semua serba penyesuaian. Kalau orang tiba-tiba naik 60 juta ya kaget,” kata pria yang akrab disapa Awiek itu di DPP PPP, Menteng, Jakarta Pusat, Minggu (5/2).
Awiek mengamini dana yang dikelola Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) bisa habis jika biaya haji yang dibebankan kepada jemaah tidak disesuaikan. Menurut dia, selama ini pembayaran biaya haji seperti skema ponzi.
“Mereka membayar dengan plafon Rp25 juta yang sudah diumumkan beberapa puluh tahun yang lalu. Sementara perkembangan dana haji terus berubah. Jadi, terus menggunakan skema ponzi. Lama-kelamaan uang yang dikelola BPKH habis karena mengandalkan setoran jemaah,” ujar dia.
Awiek pun menuturkan PPP mengusulkan revisi UU Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Ia mengatakan skema pembiayaan haji saat ini tidak adil dan berpotensi menyebabkan negara rugi.
“PPP mengusulkan revisi UU Haji dan Umroh. Problemnya itu ada skema ponzi itu. Menyebabkan enggak adil dan merugi,” katanya.
Sebelumnya, Kemenag mengusulkan BPIH 2023 sebesar Rp98,8 juta per calon jemaah. Dari jumlah itu, setiap jemaah akan dibebani sebesar 70 persen atau sebesar Rp69 juta. Sementara, 30 persen sisanya ditanggung oleh nilai manfaat dana haji sebesar Rp29,7 juta.
Biaya yang dibebankan kepada jemaah itu naik dari biaya haji 2022, dari semula sekitar Rp39 juta atau sekitar 60 persen menjadi 70 persen dengan nilai Rp69 juta.
Usul kenaikan biaya ini mendapatkan respons penolakan dari berbagai pihak. Pemerintah pun menyatakan akan mengkaji lagi usulan biaya perjalanan ibadah haji (BPIH) tahun 2023 sebesar Rp69 juta.
Sumber. cnn