Jakarta – Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Ema Ummiyatul Chusna mendesak pemerintah menindak tegas oknum yang bermain yang menyebabkan harga pupuk mahal. Sejak setahun terakhir harga pupuk terus mengalami peningkatan, semenjak akhir tahun 2020 pemerintah menetapkan kenaikan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk subsidi sebesar 30%, hari ini harga pupuk non subsidi mengalami kenaikan 70-120%.
“Ini pasti ada oknum nakal yang bermain baik di pelaksana ataupun tingkat distributor. Kami minta pemerintah segera melakukan investigasi dan menindak oknum-oknum tersebut,” jelasnya.
Dikatakannya, terdapat selisih yang sangat jauh antara Harga Eceran Tertinggi (HET) dengan harga di lapangan sehingga sangat memberatkan para petani. Saat ini memasuki awal Bulan November dan musim penghujan, petani mulai melakukan penanaman padi. Namun kondisinya yang tidak dibarengi dengan keterjangkauan harga pupuk. Kondisi ini diperparah dengan kesulitan akses memperoleh pupuk subsidi dari pemerintah.
“Di daerah juga banyak permainan harga pupuk subsidi yang dijual dengan harga non subsidi,” jelasnya.
Selain itu, Ema juga menyoroti pemerataan pupuk baik subsidi atau non subsidi. Dikatakannya banyak petani di daerah tertentu kesulitan pupuk. Selain itu, persoalan yang mendasar adalah pupuk subsudi yang tidak tepat sasaran. Saat melakukan kunjungan ke daerah-daerah Politisi PPP ini mengaku banyak menerima keluhan mengenai permasalahan petani tidak bisa mendapat alokasi pupuk subsidi karena tidak terdaftar ke e-rdkk. Menurutnya tingkat keberhasilan penyelenggaraan kartu tani untuk penyaluran pupuk subsidi dinilai terkendala ketidak siapan SDM dan infrakstrukturnya.
“Jangankan yang subsidi, non subsidi saja mereka kesulitan. Misalnya di daerah Sulawesi, Aceh dan lain-lain, bahkan di beberapa daerah di Jawa juga ada petani yang kesulitan mendapat pupuk,” jelasnya.
Dikatakannya, Isu mark up HET dan kelangkaan pupuk ini terus saja ada dan ini akan mengurangi produktivitas pertanian di Indonesia. Harga pupuk yang mahal menjadi ancaman bagi para petani. Untuk mengatasi itu, kata Ema, sebaiknya pemerintah seriusi masalah ini diantaranya dengan memaksimalkan Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3). Jika selama ini pengawasannya lemah sehingga tidak tepat sasaran, maka kami mendorong penguatan anggaran untuk meningkatkan pengawasan penyaluran pupuk subsidi.
“Disitu kan ada dari kepolisian, kejaksaan dan unsur pemerintah, lakukan investigasi dan tindak tegas oknum yang bermain pupuk. Selanjutnya adalah pemerintah harus segera memperpaiki tata kelola pupuk subsidi sehingga pupuk-pupuk bantuan ini bisa tepat sasaran.” tandasnya.
Menurut data dari Dirjen PSP Kementan RI Ali Djamil, kebutuhan pupuk untuk petani mencapai 22,57 – 26,18 juta ton atau senilai Rp 63-65 triliun dalam lima tahun terakhir.