Jakarta – Sekretaris Fraksi PPP DPR RI Achmad Baidowi (Awiek) menilai pemerintah perlu membuat peraturan teknis menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menolak uji materi Pasal 201 Ayat 10 dan 11 UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota (UU Pilkada) terkait pengangkatan penjabat kepala daerah.
“Langkah itu agar nantinya penjabat (Pj) kepala daerah bekerja sesuai ketentuan undang-undang yaitu bersikap netral, objektif dan tidak menjadi mesin kepentingan politik pihak tertentu,” kata Awiek, Rabu (4/5).
Pasal 201 ayat 10 UU Pilkada menyebutkan untuk mengisi kekosongan jabatan gubernur, diangkat penjabat Gubernur yang berasal dari jabatan pimpinan tinggi madya sampai dengan pelantikan gubernur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Menurutnya, Pasal 201 ayat 10 dan 11 UU Pilkada secara tegas mengatur mengenai pengisian penjabat kepala daerah, dan diperkuat Putusan MK nomor 67/PUU-XIX/2021 dan perkara nomor 15/PUU-XX/2022 yang menegaskan bahwa ketentuan pasal 201 konstitusional.
“Karena ada 101 kepala daerah yang habis masa jabatannya pada tahun 2022, maka sebagaimana ketentuan perundang-undangan pemerintah harus menunjuk penjabat kepala daerah di 101 daerah tersebut,” ujarnya.
Dia mengatakan dalam pertimbangan hukumnya, MK juga memberikan semacam petunjuk terkait mekanisme penunjukan penjabat kepala daerah.
Mekanisme tersebut, menurut dia antara lain pemerintah terlebih dahulu harus membuat pemetaan kondisi riil masing-masing daerah dan kebutuhan penjabat kepala daerah yang memenuhi syarat sebagai penjabat kepala daerah dan memerhatikan kepentingan daerah dan dapat dievaluasi setiap waktu secara berkala oleh pejabat yang berwenang.
Lanjut dia dalam pertimbangan hukumnya, MK juga memberikan semacam petunjuk terkait mekanisme penunjukan penjabat kepala daerah.
Mekanisme tersebut, menurut dia antara lain pemerintah terlebih dahulu harus membuat pemetaan kondisi riil masing-masing daerah dan kebutuhan penjabat kepala daerah yang memenuhi syarat sebagai penjabat kepala daerah dan memerhatikan kepentingan daerah dan dapat dievaluasi setiap waktu secara berkala oleh pejabat yang berwenang.
Menurut dia, MK juga melarang anggota TNI/Polri aktif ditunjuk sebagai penjabat kepala daerah, kecuali terlebih dahulu bermutasi menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).