PPP Minta Pemerintah Stop Impor Daging dari Negara Belum Bebas PMK

Jakarta – Anggota Komisi IV DPR RI KH. Asep Ahmad Maoshul Affandy meminta pemerintah mengevaluasi impor daging sapi dan kerbau dari negara yang belum bebas Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).

Hal itu disampaikannya dalam Seminar Fraksi PPP DPR RI bertajuk “Ancaman PMK Jelang Idul Adha: Apakah Pemerintah Siap?.” Seminar dilaksanakan di Gedung Nusantara I DPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (5/7/2022).

“Harus dipastikan negara tempat pemerintah mengimpor daging sapi/kerbau sudah bebas dari PMK. Jangan hanya katanya. Cek dong!,” ujar KH Asep.

Terhadap upaya pengendalian PMK pada hewan ternak, legislator dari PPP ini meminta Pemerintah agar mempercepat distribusi vaksin PMK. Percepatan distribusi vaksin PMK itu juga harus mengutamakan daerah prioritas yang terkenal wabah.

“Vaksin PMK dalam negeri baru diproduksi Agustus. Untuk penanganan PMK ini jangan bergantung pada vaksin dalam negeri. Rencana vaksin Agustus impossible,” tandasnya.

Ia mengatakan, penyebaran penyakit/suspek sebagian besar melalui blantik atau alur perdagangan. Oleh karena itu, perlu penguatan karantina di perbatasan.

“Sebagai gambaran, berdasarkan kunker Komisi IV DPR RI ke Jawa Timur terlihat perbatasan antar provinsi, antar kabupaten yang menjadi kewenangan pemda setempat tidak berjalan dengan baik. Sarana yang dimiliki juga kurang memadai,” terangnya.

Direktur Perbibitan dan Produksi Ternak Kementerian Pertanian RI Agung Suganda menambahkan, penularan PMK sangat cepat, baik kontak langsung antar ternak maupun makanan yang terinfeksi dengan virus.

“Data perkembangan kasus PMK, per tanggal 4 Juli, yang tertular ada 21 Provinsi, 231 Kabupaten/Kota tertular, yang sakit 317.361 ekor. Kasus PMK tertinggi di Provinsi Jawa Timur, NTB, Jawa Tengah, Aceh dan Jawa Barat,” jelasnya.

Sementara itu, Ketua Komisi Fatwa MUI Pusat Asrorun Ni’am mengatakan, lembaganya telah mengeluarkan Fatwa MUI Nomor 32 Tahun 2022 tentang Hukum dan Panduan Pelaksanaan Ibadah Kurban Saat Kondisi Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK).

Dalam fatwa itu, MUI membeberkan syarat hewan yang sah untuk dijadikan hewan kurban. “Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori ringan, seperti lepuh ringan pada celah kuku, kondisi lesu, tidak nafsu makan, dan keluar air liur lebih dari biasanya hukumnya sah dijadikan hewan kurban,” terang Asrorun Niam

Ia menjelaskan, hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat seperti lepuh pada kuku sampai terlepas, pincang, tidak bisa berjalan, dan menyebabkan sangat kurus, maka hukumnya tidak sah dijadikan hewan kurban.

“Hewan yang terkena PMK dengan gejala klinis kategori berat dan sembuh dari PMK dalam rentang waktu yang dibolehkan kurban (tanggal 10 sampai dengan 13 Dzulhijjah), maka hewan ternak tersebut sah dijadikan hewan kurban,” tuturnya.

Adapun hewan yang terjangkit PMK dengan gejala klinis kategori berat tapi sembuh dari PMK setelah lewat rentang waktu yang dibolehkan berkurban (tanggal 10 sampai dengan 13 Dzulhijjah), maka sembelihan hewan tersebut dianggap sedekah. Sehingga, kata Niam, hewan itu tidak bisa dijadikan hewan kurban.

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

INSTAGRAM

IKUTI KAMI

313,160FansSuka
53,232PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

TERKINI