Jakarta – Anggota Komisi IV Fraksi PPP DPR RI Ema Umiyyatul Chusnah meminta pemerintah untuk segera mengatasi kelangkaan pupuk. Hal ini sampaikan saat Rapat Kerja Komisi IV DPR RI Bersama Menteri Pertanian (Kementan) RI dan Pupuk Indonesia (PI) pada Rabu, (30/8/2023).
“Permasalahan kelangkaan pupuk terjadi di berbagai daerah, tidak hanya pupuk subsidi yang susah didapat namun petani juga kesulitan memperoleh pupuk non subsidi,” Ujar petrempuan yang bisa disapa Ema.
Untuk itu, politisi PPP ini meminta Pupuk Indonesia agar segera merealisasikan 1000-1500 kios baru di seluruh Indonesia dengan melibatkan Bumdes, Koperasi, dan Gapoktan.
“Ini untuk mempermudah penyaluran dan mengatasi kelangkaan pupuk di masyarakat. Dan pemerintah perlu mengkaji ulang Peraturan Menteri Pertanian Nomor 10 Tahun 2022 tentang Tata Cara Penetapan Alokasi dan HET Pupuk Bersubsidi Sektor Pertanian,” ungkap dia.
Selain itu, Ema mempertanyakan besaran anggaran untuk pupuk subsidi tahun 2023 yang sebesar 7,85 juta ton. Namun berdasarkan anggaran kontrak dengan Pupuk Indonesia dalam Daftar isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) dengan Kementerian Pertanian hanya sebesar 6,68 juta ton. “Artinya masih terdapat selisih kurang lebih 1,17 juta ton,” jelasnya.
Ia juga berharap pemerintah dapat menambah alokasi anggaran untuk Pupuk Subsidi. Hal ini diperlukan untuk peningkatan produksi pangan dalam negeri mengingat akan menghadapi kekeringan (el-nino).
“Dalam nota keuangan APBN 2024, anggaran ketahanan pangan dialokasikan sekitar Rp 108 triliun. Untuk Kementerian Pertanian sebesar Rp 14 triliun, Badan Pangan Nasional sekitar Rp 400 miliar dan Pupuk Subsidi sebesar 26 triliun. Berdasarkan data ini masih kurang dari 40% anggaran ketahanan pangan yang sudah diketahui peruntukannya. Masih ada sekitar Rp 67,6 triliun sisanya,” terang Ema.
Lanjut dia, manfaat pupuk subsidi perlu disesuaikan dengan kearifan lokal dan potensi daerah. Sebab itu Kementan harus menambahkan jumlah komoditas yang memperoleh manfaat pupuk subsidi tidak hanya hanya terbatas pada sembilan komoditas saja.
“Perlu disesuiakan dengan potensi daerah masing-masing, bukan hanya komoditas padi, jagung, kedelai, bawang merah, bawang putih, cabai, kopi, kakao dan tebu rakyat,” tegas Ema.