Jakarta – Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman kini melebur dengan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). PPP meminta agar para peneliti tidak disia-siakan dan tetap diakomodir.
“Ke depan bagaimana memberikan kepastian kepada para periset tersebut. Nah, para peneliti harus tetap diakomodir, jangan sampai mereka disia-siakan,” ujar Ketua DPP PPP, Achmad Baidowi, kepada wartawan, Minggu (2/1/2021).
Achmad Baidowi menuturkan peleburan ini merupakan konsekuensi hadirnya BRIN. Dia berharap hadirnya BRIN dapat memperkuat praktek riset.
“Peleburan itu kan konsekuensi dari hadirnya BRIN sebagai lembaga yang membawahi riset,” ujarnya.
“Hadirnya BRIN harus turut memperkuat praktek riset,” sambungnya.
Sebelumnya, Tim Waspada COVID-19 dari Lembaga Eijkman (WASCOVE) mengumumkan perpisahannya di awal 2022. Mulai tanggal 1 Januari 2022, kegiatan deteksi COVID-19 di PRBM Eijkman akan diambil alih oleh Kedeputian Infrastruktur Riset dan Inovasi BRIN.
Kepala BRIN, Laksana Tri Handoko, sudah memberi penjelasan soal nasib para ilmuwan di Eijkman usai peleburan ke BRIN. Simak di halaman selanjutnya.
Berdasarkan keterangan BRIN dalam situs resminya, integrasi Lembaga Biologi Molekuler (LBM) Eijkman ke dalam BRIN akan memperkuat kompetensi periset biologi molekuler di Indonesia. Sejak September 2021, nama LBM Eijkman berubah menjadi Pusat Riset Biologi Molekular (PRBM) Eijkman.
Lantas, apa yang terjadi pada para ilmuwan dan staf peneliti di Eijkman?
“Perlu dipahami bahwa LBM Eijkman selama ini bukan lembaga resmi pemerintah dan berstatus unit proyek di Kemristek. Hal ini menyebabkan selama ini para PNS periset di LBME tidak dapat diangkat sebagai peneliti penuh dan berstatus seperti tenaga administrasi,” kata Laksana.