Menimbang Dukungan PPP untuk Ganjar

Oleh :Mohammad Affan

Analis Politik di Centre for Social and Religious Studies (CenSoRS), Kandidat Doktor Politik Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta

Partai Persatuan Pembangunan (PPP) secara resmi mendeklarasikan Ganjar Pranowo sebagai calon presiden (capres) untuk Pilpres 2024, Rabu (26/4). Dukungan PPP sekaligus menandai partai politik pertama yang merapat ke Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) untuk memenangkan Ganjar. Hal ini juga menjadi sinyal akan keluarnya PPP dari Koalisi Indonesia Bersatu (KIB).

Kebersamaan PPP dan PDIP dalam pilpres maupun pilkada tentu saja bukan hal baru. Sebagai partai yang kerap mendapatkan perlakuan tidak nyaman semasa rezim Orde Baru, kedua partai ini mulai solid bekerjasama sejak Hamzah Haz terpilih sebagai wakil presiden periode 2001-2004 mendampingi Megawati sebagai presiden. Pada pilpres 2019, PPP juga bergabung dengan PDIP untuk memenangkan pasangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin.

Di tingkat pilkada provinsi, PPP dan PDIP sukses mengantarkan Ganjar Pranowo sebagai Gubernur Jawa Tengah periode 2018-2023 berdampingan dengan Taj Yasin, kader PPP yang juga putra sesepuh PPP KH. Maemun Zubair, sebagai wakil gubernur. Dengan latar historis tersebut, dukungan PPP atas Ganjar dapat dikatakan sebagai estafet politik.

Persis seperti yang disampaikan Ketua Umum PPP, Muhamad Mardiono, pada acara pembukaan Pasar untuk Rakyat, Rabu (26/4), PPP ingin melanjutkan dukungan politik kepada Ganjar Pranowo untuk melanjutkan estafet kepemimpinan periode 2024 – 2029

Lebih dari itu, koalisi PPP-PDIP merepresentasikan realitas politik ideal, yaitu kolaborasi Muslim-Nasionalis. Sejarah panjang kekuasaan di negeri ini sejak Orde Lama hingga Era Reformasi meniscayakan bahwa tidak ada pemerintahan yang akan stabil kecuali diakomodasi oleh dua kekuatan politik besar, yaitu Muslim—khususnya dari kalangan tradisionalis—dan nasionalis.

Terbukti sejak tahun-tahun awal republik, jika kedua kekuatan ini bentrok, akan ada masalah politik yang serius. Jika kekuatan Islam mengabaikan kaum nasionalis atau sebaliknya, tidak ada pemerintahan yang akan menikmati stabilitas. Situasi akan menjadi lebih buruk jika salah satu dari keduanya berkuasa dan menindas yang lain.

Meminjam istilah Miqdad Husein (2001), sejak rezim Orde Baru hingga 1990-an, negara berada dalam kondisi pseudostabilitas. Orde Baru yang cenderung mengesampingkan umat Islam berubah menjadi rezim yang sangat represif. Konflik-konflik berdarah dengan mudah meletus, menghancurkan dinamisme demokrasi yang digembar-gemborkan oleh para pemegang kekuasaan saat itu.

Setelah tahun 1990-an dan seterusnya terjadi perubahan ketika kekuatan politik Islam mulai menjadi pusat perhatian. Ironisnya, kekuatan politik Islam cenderung hanya menjadi seremoni kekuasaan.

Pengalaman tersebut mengajarkan bahwa tidak ada yang baik dari dua posisi yang secara substantif mengabaikan realitas politik dalam negeri. Keduanya sama-sama menciptakan masalah dan gagal memberikan kontribusi yang konstruktif bagi pembangunan politik Indonesia.

Karena itu, sekali lagi, koalisasi dan kolaborasi Muslim-Nasionalis (PPP-PDIP) adalah keniscayaan ideal bagi stabilitas politik saat ini dan ke depan. Terlebih, dibandingkan partai Islam lainnya, PPP memiliki akar sejarah yang kokoh di kalangan muslim tradisionalis karena dibentuk melalui gabungan NU, Serikat Islam, Tarbiyah Islamiyah, dan Parmusi.

Cawapres dari PPP, mungkinkah?

Melihat realitas anatomi politik nasional di atas, sangat layak jika calon wakil presiden (cawapres) yang mendampingi Ganjar merupakan representasi dari PPP. Namun untuk menentukan siapakah kader PPP yang paling cocok berpasangan dengan Ganjar, perlu menguraikan tantangan berat yang akan dihadapi partai ini pada Pemilu 2024.

Merujuk survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) belum lama ini, PPP masuk dalam kategori partai yang terancam tidak lolos parliamentary threshold 4 persen. Hasil survei menunjukkan, 56,7 persen pemilih PPP pada 2019 mengatakan akan kembali memilih PPP. Sisanya, 22,5 persen menyatakan akan memilih Partai Demokrat, 8,3 persen memilih PDIP, dan 11 persen belum menentukan pilihan.

Membaca fenomena tersebut, setidaknya ada dua ekspektasi PPP dari cawapres yang akan mendampingi Ganjar. Pertama, cawapres betul-betul merepresentasikan sosok muslim yang dapat diterima seluruh kader PPP. Target minimalnya adalah PPP mampu mempertahankan perolehan suara 4,5 persen seperti pada Pemilu 2019. Artinya, suara dari basis massa PPP tidak ada yang lari ke partai lain.

Kedua, salah satu sebab merosotnya perolehan suara PPP dari Pemilu 1999 hingga 2019 karena tidak mampu mendapatkan insentif suara dari gerakan populisme Islam yang tumbuh pesat pasca Reformasi 1998 (Pangestu & Fathy, 2021). Karena itu, cawapres dari PPP idealnya juga mampu menggaet suara dari massa populisme Islam yang selama ini terabaikan.

Terlebih, populisme Islam kian digandrungi kalangan anak muda yang akan menjadi penyumbang suara mayoritas dalam Pemilu 2024. Kalau strategi ini mampu dilakukan, bukan tidak mungkin perolehan suara PPP bisa melonjak. Setidaknya sama dengan perolehan suara hasil Pemilu 2014 sebesar 6,5 persen.

Jadi, siapapun kader yang akan diusung PPP, ia harus mampu memenuhi dua ekspektasi di atas. Jika mampu menemukan kader yang tepat, maka pasangan Ganjar dan cawapres dari PPP setidaknya akan memiliki dua keunggulan. Pertama, pasangan ini akan menjadi duet ideal dilihat dari segi perimbangan politik dalam negeri, terutama dalam mengakomodasi kekuatan politik Islam tradisional dan nasional.

Kedua, massa populisme Islam yang pada Pemilu 2019 terkonsentrasi mendukung pasangan Prabowo-Sandi dan pada Pemilu 2024 sebagian akan mendukung Anies Baswedan, dapat dipecah untuk ditarik ke gerbong pasangan ini. Lebih-lebih jika rencana berpindahnya Sandiaga Uno dari Partai Gerindra ke PPP terealisasi.

Pemilu 2024 akan menjadi momen krusial bagi PPP. Pilihan cawapres untuk dipasangkan dengan Ganjar akan menentukan perjalanan partai ini ke depan.

Related Articles

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

INSTAGRAM

IKUTI KAMI

313,160FansSuka
53,232PengikutMengikuti
0PelangganBerlangganan

TERKINI