Jakarta – Ketua Bidang Media dan Infokom Pimpinan Pusat Generasi Muda Pembangunan Indonesia (GMPI), M. Samsul Arifin menilai Kementerian Komunikasi dan Informatika RI (Kominfo) lalai sehingga sebanyak 1,3 miliar data SIM Card bocor dan dijual di dark web. Atas kelalainnya itu, Kominfo diharapkan minta maaf kepada masyarakat Indonesia.
“Masyarakat menuntut tanggungjawab Kominfo selaku pembuat kebijakan. Apalagi Kominfo mewajibkan registrasi ulang kartu seluler,” ujar M. Samsul Arifin di Jakarta, Sabtu (3/9/2022).
Samsul mengajak kilas balik mengenai kewajiban registrasi SIM Card. Kewajiban registrasi ini berlaku mulai Oktober 2017 dan jika tidak melakukan registrasi maka nomor HP akan diblokir dan tidak bisa digunakan.
Tidak mengherankan jika tagar #TuntutKominfo menjadi trending di Twitter buntut kebocoran 1,3 miliar data sim card. Menurut Samsul, hal itu terjadi karena masyarakat kecewa dengan Kominfo yang tidak bisa menghadirkan rasa aman terhadap data pribadi mereka.
Data pribadi yang bocor itu sangat rentan untuk disalahgunakan. Terlebih, data itu meliputi NIK, nomor telepon, nama penyedia (provider), dan tanggal pendaftaran.
“Kalau data registrasi sim card kita itu bocor seram juga. Kita jadi tidak tenang, dibayang-bayangi penyalahgunaan data dan kejahatan siber,” terang Samsul.
Kembali terulangnya kebocoran data pribadi ini menunjukkan rendahnya political will pemerintah. Pemerintah menurut Samsul belum sepenuhnya menyadari komoditas yang paling berharga di dunia saat ini adalah emas digital atau data.
“Bagaimana nasib RUU Perlindungan Data Pribadi?. Kami harap RUU itu segera disahkan sehingga masyarakat lebih tenang dengan keamanan data pribadinya,” tegasnya.
Sebelumnya dugaan kebocoran tersebut muncul pertama kali melalui unggahan Twitter oleh akun bernama Muh Rifqi Priyo S @SRifqi yang menyebut 1,3 miliar data pendaftaran kartu SIM Indonesia bocor. Dalam unggahannya, dia menyertakan tangkapan layar akun Bjorka sebagai penjual data. Menurutnya, penjual menyatakan data didapatkan dari Kominfo RI.